Minggu, 07 Juni 2015

Kusebut itu Pohon Nafsu


Aku pikir ini akhirmya, akhir dari hubungan yang tak pernah nyata seperti halnya alien dan hantu yg tak pernah bisa nyata namun aku berusaha untuk membuatnya terlihat nyata. Hubungan yang kuimpikan layaknya aku memimpikan bulan dan matahari berdampingan diwaktu yg sama, mustahil, tp aku tetap berusaha mewujudkannya. Hubungan yg sedari awal kutau tak berbau sedap seperti halnya durian bagi beberapa orang yg tak menyukainya tapi aku berusaha untuk menikmatinya. Hubungan yang kutau bagaimana akhirnya seperti halnya beberapa ftv yg kutonton di tv namun aku tetap memaksakan untuk merubahnya.

Tapi kini aku sadar akan suatu hal, sesuatu yg dipaksakan tak akan pernah bisa bertahan lama. Aku terlalu memaksakannya. Aku datang disaat dirinya sedang memupuk pohon kepercayaan, pohon yang menjadi penggantinya setelah pohon harapannya tumbang. Aku bagai pohon nafsu yg bila tak sekali disiram akan layu dan mati. Aku terus menuntutnya aku terus memaksakannya.
Sampai akhirnya dia tak sadar sudah menyiram dan memupuk pohon nafsu itu hingga menjadi besar, sangat besar. Namun lama kelamaan dia tersadar, tersadar akan kesalahannya. Dia baru menyadari kesalahannya ketika dia tak bisa menjauhkan pohon itu dari kehidupannya, kehidupannya bersama pohon kepercayaan tadi. Dia tak banyak mengetahui pohon nafsu, karena tak menginginkannya. Yang dia tahu pohon nafsu selalu ada untuknya, benar benar menginginkannya, dan berusaha untuknya. Berbanding terbalik dengan pohon kepercayaan, dia sangat menginginkannya, dia selalu ada untuknya dan selalu berusaha untuknya. Namun kenyataan menyakitinya, pohon kepercayaan tak benar benar menginginkannya.

Kukira dirinya akan berusaha untukku, pohon nafsu, setelah semua pesakitan yg dia alami. Ternyata aku salah, salah besar, dia tetap merawat (kenangan) pohon kepercayaan dan juga pohon harapan tadi, sambil tetap menyirami ku dgn sedikit pupuknya. Namun aku bingung, aku tetap menikmatinya, aneh memang, aku masih bisa bertahan dan selalu berusaha untuknya. Aku tak peduli dengan hembusan angin, hembusan angin yg selalu berusaha mengingatkan, selalu berusaha membangunkanku dari impian semu, hembusan angin yg kusebut sebagai teman. Kadang hembusan angin itu membuatku terbangun, terbangun dari impianku, sejenak aku menyadarinya, namun aku kembali terbuai dgn impianku, impianku sebagai pohon nafsu. Aku tetap bertahan, terus bertahan, dan berusaha bertahan, meskipun kenyataannya dia kembali, kembali kepada pohon kepercayaan itu.

Aku tetap bertahan pada posisiku, meskipun akar akar ku sudah mulai terangkat akibat hembusan angin dan dengan kenyataan itu. Dia tetap menyiramiku, itu salah satu yg membuatku tetap bertahan. Namun bukan itu alasan utamanya, karena aku percaya dirinya meskipun sedikit, selalu percaya akan Allah swt menghadiahi orang orang yg berusaha, sabar dan memiliki niat yg baik dgn hadiah yg indah, sangat indah. Hingga suatu hari kabar itu menyebar, bahwa dirinya menyirami dan memupuk pohon nafsu. Dirinya kaget, bingung, dan tak tau harus bagaimana dirinya, karena ini sama sekali bukan yg dia inginkan. Dia tak pernah menginginkan pohon nafsu itu, mungkin pohon itu dijadikannya sosok yg dia butuhkan saat dia sendiri, sedih ataupun saat dibawah, bukan saat senang ataupun saat diatas, pikirku. Aku bingung, aku tak tau dimana posisiku berada dimatanya. Sekarang kuberikan sepenuhnya keputusan itu kepada dirinya. Tak ada lagi yg bisa kulakukan, cukup menurutku. Meskipun aku memiliki komitmen untuk mempertahankannya. Bukan karena lelah menanti tp harus paham kondisi diri.

Maaf es. Aku tak sehebat pohon harapanmu. Aku tak semenarik pohon kepercayaanmu. Aku hanya pohon nafsu yg bernafsu mewujudkan komitmenku untuk bertahan denganmu. Aku hanya pohon nafsu yang percaya padamu dan berharap atas dirimu.

Terimakasih es. Terimakasih telah menyirami ku dengan tawa dan senyummu. Terimakasih telah memupukku dengan kata kata mu. Terimakasih atas semua pelajaran yg secara tak langsung telah kau berikan, es.

You’ll always be the first, although you never won’t, es.

Aku berusaha. Dirimu yg menentukan. Allah swt yg mengarahkan.

Terimakasih esi :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar