Aku pikir ini akhirmya, akhir dari hubungan yang tak pernah nyata seperti halnya alien dan hantu yg tak pernah bisa nyata namun aku berusaha untuk membuatnya terlihat nyata. Hubungan yang kuimpikan layaknya aku memimpikan bulan dan matahari berdampingan diwaktu yg sama, mustahil, tp aku tetap berusaha mewujudkannya. Hubungan yg sedari awal kutau tak berbau sedap seperti halnya durian bagi beberapa orang yg tak menyukainya tapi aku berusaha untuk menikmatinya. Hubungan yang kutau bagaimana akhirnya seperti halnya beberapa ftv yg kutonton di tv namun aku tetap memaksakan untuk merubahnya.
Tapi kini aku sadar akan suatu hal, sesuatu yg dipaksakan
tak akan pernah bisa bertahan lama. Aku terlalu memaksakannya. Aku datang
disaat dirinya sedang memupuk pohon kepercayaan, pohon yang menjadi
penggantinya setelah pohon harapannya tumbang. Aku bagai pohon nafsu yg bila
tak sekali disiram akan layu dan mati. Aku terus menuntutnya aku terus
memaksakannya.
Sampai akhirnya dia tak sadar sudah menyiram dan memupuk
pohon nafsu itu hingga menjadi besar, sangat besar. Namun lama kelamaan dia
tersadar, tersadar akan kesalahannya. Dia baru menyadari kesalahannya ketika
dia tak bisa menjauhkan pohon itu dari kehidupannya, kehidupannya bersama pohon
kepercayaan tadi. Dia tak banyak mengetahui pohon nafsu, karena tak
menginginkannya. Yang dia tahu pohon nafsu selalu ada untuknya, benar benar
menginginkannya, dan berusaha untuknya. Berbanding terbalik dengan pohon
kepercayaan, dia sangat menginginkannya, dia selalu ada untuknya dan selalu
berusaha untuknya. Namun kenyataan menyakitinya, pohon kepercayaan tak benar
benar menginginkannya.
Kukira dirinya akan berusaha untukku, pohon nafsu, setelah
semua pesakitan yg dia alami. Ternyata aku salah, salah besar, dia tetap
merawat (kenangan) pohon kepercayaan dan juga pohon harapan tadi, sambil tetap
menyirami ku dgn sedikit pupuknya. Namun aku bingung, aku tetap menikmatinya,
aneh memang, aku masih bisa bertahan dan selalu berusaha untuknya. Aku tak
peduli dengan hembusan angin, hembusan angin yg selalu berusaha mengingatkan,
selalu berusaha membangunkanku dari impian semu, hembusan angin yg kusebut
sebagai teman. Kadang hembusan angin itu membuatku terbangun, terbangun dari
impianku, sejenak aku menyadarinya, namun aku kembali terbuai dgn impianku,
impianku sebagai pohon nafsu. Aku tetap bertahan, terus bertahan, dan berusaha
bertahan, meskipun kenyataannya dia kembali, kembali kepada pohon kepercayaan
itu.
Aku tetap bertahan pada posisiku, meskipun akar akar ku
sudah mulai terangkat akibat hembusan angin dan dengan kenyataan itu. Dia tetap
menyiramiku, itu salah satu yg membuatku tetap bertahan. Namun bukan itu alasan
utamanya, karena aku percaya dirinya meskipun sedikit, selalu percaya akan
Allah swt menghadiahi orang orang yg berusaha, sabar dan memiliki niat yg baik
dgn hadiah yg indah, sangat indah. Hingga suatu hari kabar itu menyebar, bahwa
dirinya menyirami dan memupuk pohon nafsu. Dirinya kaget, bingung, dan tak tau
harus bagaimana dirinya, karena ini sama sekali bukan yg dia inginkan. Dia tak
pernah menginginkan pohon nafsu itu, mungkin pohon itu dijadikannya sosok yg
dia butuhkan saat dia sendiri, sedih ataupun saat dibawah, bukan saat senang
ataupun saat diatas, pikirku. Aku bingung, aku tak tau dimana posisiku berada
dimatanya. Sekarang kuberikan sepenuhnya keputusan itu kepada dirinya. Tak ada
lagi yg bisa kulakukan, cukup menurutku. Meskipun aku memiliki komitmen untuk
mempertahankannya. Bukan karena lelah menanti tp harus paham kondisi diri.
Maaf es. Aku tak sehebat pohon harapanmu. Aku tak semenarik
pohon kepercayaanmu. Aku hanya pohon nafsu yg bernafsu mewujudkan komitmenku untuk
bertahan denganmu. Aku hanya pohon nafsu yang percaya padamu dan berharap atas
dirimu.
Terimakasih es. Terimakasih telah menyirami ku dengan tawa
dan senyummu. Terimakasih telah memupukku dengan kata kata mu. Terimakasih atas
semua pelajaran yg secara tak langsung telah kau berikan, es.
You’ll always be the first, although you never won’t, es.
Aku berusaha. Dirimu yg menentukan. Allah swt yg
mengarahkan.
Terimakasih esi :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar